Penggelapan Pajak oleh
Korporasi Multinasional
TUGAS ETIKA PROFESI AKUNTANSI
Disusun oleh :
Nama :
Daru Suci Ayu. A
Npm
: 21210698
Kelas
: 4EB21
Mata Kuliah :
Etika Profesi
Dosen
: Evan Indrajaya
FAKUL
ONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULIAN
1.1
Latar Belakang
Negara Indonesia adalah salah satu
negara berkembang dengan melimpahnya kekayaan alam, berkembangnya teknologi, hukum,
social serta ekonomi. Berkembangnya ekonomi di suatu negara memacu perkembangan bisnis dan mendorong
munculnya pelaku bisnis baru, sehingga menimbulkan persaingan yang cukup tajam
di dalam dunia bisnis. Tetapi belakangan ini banyak sekali
pelanggaran-pelanggaran yang berkembang di Indonesia khususnya dalam ekonomi.
Salah satunya adalah pelanggaran kode etik.
Perubahan nuansa
perkembangan dunia ini menuntut segera dibenahinya suatu etika bisnis.
Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha sangat jauh tertinggal dari
pertumbuhan dan perkembangan dibidang ekonomi. Adapun kasus tentang pelanggaran
profesi akuntansi yang terjadi belakangan ini antara lain: Kasus Bank century, Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI, Praktik
Mafia Anggaran, dan kasus yang belakangan ini beredar adalah Penggelapan Pajak oleh Korporasi Multinasional.
Penggelapan pajak yang dilakukan
oleh korporasi multinasional semakin canggih dan belum banyak terjamah.
Belakangan, perhatian dunia internasional semakin menguat. Di Indonesia,
indikasi masifnya persoalan penggelapan pajak tersebut sejak 2012. Pada
2012, Indonesia terindikasi dijadikan negara yang menjadi tujuan pemindahan
kerugian perusahaan multinasional. Hal ini tampak dari 7.000 perusahaan
penanaman modal asing yang mengklaim rugi lebih dari satu tahun. Implikasinya,
mereka tidak membayar Pajak Penghasilan (PPh) badan selama periode itu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Korporasi
Korporasi adalah salah satu bentuk
organisasi bisnis, sebagai aktivitas komersial untuk memperoleh profit dengan
menjalankan suatu aktivitas yang menghasilkan barang atau jasa.
Menurut Satjipto Rahardjo, korporasi
adalah badan
hasil ciptaan hukum yang terdiri dari corpus, yaitu struktur fisiknya dan
kedalamnya unsur memasukkan unsur animus yang membuat badan mempunyai
kepribadian.
2.2 Perusahaan
Multinasional
Perusahaan multinasional atau PMN adalah perusahaan yang berusaha di
banyak Negara, perusahaan ini biasanya sangat besar. Perusahaan
seperti ini memiliki kantor-kantor, pabrik atau kantor cabang di banyak negara.
Mereka biasanya memiliki sebuah kantor pusat di mana mereka mengkoordinasi manajemen global.
Perusahaan
multinasional yang sangat besar memiliki dana yang melewati dana banyak negara.
Mereka dapat memiliki pengaruh kuat dalam politik global, karena pengaruh
ekonomi mereka yang sangat besar bagai para politisi, dan juga sumber finansial
yang sangat berkecukupan untuk relasi masyarakat dan melobi politik.
Di beberapa dekade akhir abad ke-20,
transformasi pesat dunia industri mengambil bentuknya yang baru. Kemajuan
mencolok ilmu dan teknologi, sebagai mesin penggerak suatu masyarakat, dunia
mendapatkan pengaruhnya dari berbagai sudut. Perekonomian adalah salah satu
bidang yang mengalami berbagai perubahan mencolok di masa-masa tersebut.
Berikut ini adalah beberapa
perusahaan multinasional yang cukup terkenal, yaitu: Adidas, Acer.Inc, KFC,
Coca Cola Company, Sony, Toshiba, Appel Computer, Asus, Dell, dan lain
sebagainya.
2.3 Kronologi Kasus
Jumat, 22 November 2013 | 09:10 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Penggelapan pajak yang
dilakukan oleh korporasi multinasional semakin canggih dan belum banyak
terjamah. Belakangan, perhatian dunia internasional semakin menguat. Di
Indonesia, indikasi masifnya persoalan penggelapan pajak tersebut sejak
2012.
Forum Global tentang Transparansi
dan Pertukaran Informasi untuk Keperluan Pajak menggelar pertemuan keenam di
Jakarta, Kamis (21/11/2013). Agendanya adalah membahas cara-cara mempromosikan
pertukaran informasi mengenai pajak guna menghindari penggelapan pajak. Hadir
dalam kesempatan itu perwakilan dari 80 negara dan 11 organisasi internasional.
Menteri Keuangan M Chatib Basri
memberikan pidato kunci dalam pembukaan. Selanjutnya, Ketua Forum Global
tentang Transparansi dan Pertukaran Informasi untuk Keperluan Pajak Kosie Louw
memberikan sambutan.
Seusai acara, Chatib menyatakan,
penggelapan pajak oleh korporasi multinasional adalah persoalan nyata di
Indonesia, tetapi bukan permasalahan terbesar. Hal ini juga menjadi persoalan
di sejumlah negara.
”Inilah mengapa Indonesia
menginisiasi pertemuan ini karena kami ingin mengembangkan sistem untuk
meminimalkan penggelapan pajak,” kata Chatib.
Mengingat modus penggelapan pajak
lintas negara, menurut Chatib, antisipasi yang diperlukan juga harus melibatkan
kerja sama antarnegara. Namun, karena setiap negara punya peraturan dan
kedaulatan, forum kerja sama untuk berbagi informasi menjadi sangat penting.
Modus canggih
Secara terpisah, Kepala Seksi
Hubungan Eksternal Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) Chandra Budi menegaskan,
modus utama penggelapan pajak oleh korporasi multinasional adalah dengan cara
memindahkan keuntungan ke negara yang tarif pajaknya lebih rendah. Atau
memindahkan kerugian ke negara yang tarif pajaknya lebih tinggi.
Pada
2012, Indonesia terindikasi dijadikan negara yang menjadi tujuan pemindahan
kerugian perusahaan multinasional. Hal ini tampak dari 7.000 perusahaan
penanaman modal asing yang mengklaim rugi lebih dari satu tahun. Implikasinya,
mereka tidak membayar Pajak Penghasilan (PPh) badan selama periode itu. Namun,
anehnya mereka terus beroperasi.
Sejauh ini, kata Chandra, Direktorat
Jenderal Pajak tengah meneliti kejanggalan tersebut. Meski demikian, hasilnya
belum diketahui.
Pada 2012, Indonesia memiliki traktat
pajak (tax treaty) dengan 59 negara. Dengan tax treaty tersebut,
Indonesia atau negara mitra dapat meminta informasi guna mencegah pajak
berganda atau penggelapan pajak. Bentuknya berupa audit simultan atau visiting
audit.
Sementara itu, pertumbuhan target
penerimaan pajak pada 2014 melandai. Pada tahun ini, target pajak naik Rp 110
triliun, tumbuh 12 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya. Namun, pada
2014, target hanya bertambah Rp 35 triliun atau tumbuh 3 persen.
Target penerimaan pajak pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 adalah Rp 1.110,2 triliun.
Penerimaan pajak dalam hal ini di luar penerimaan dari bea dan cukai.
Dibandingkan dengan APBN Perubahan
(APBN-P) 2013, target pajak tahun 2014 naik Rp 35 triliun atau 3,15 persen. Ini
jauh lebih rendah dari peningkatan target pajak APBN-P 2013 senilai Rp 110
triliun, 12,4 persen lebih besar dari target APBN-P 2012.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan Fuad Rahmany menyatakan, sebaiknya Ditjen Pajak tidak bicara
soal proyeksi penerimaan pajak. Alasannya, hal itu dapat memengaruhi kinerja
internal Ditjen Pajak dan respons wajib pajak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masih banyak kasus pelanggaran yang
harus diselesaikan pemerintah. Penggelapan pajak yang dilakukan oleh korporasi
multinasional semakin canggih dan belum banyak terjamah. Penggelapan pajak oleh
korporasi multinasional juga persoalan nyata di Indonesia, tetapi bukan
permasalahan terbesar.
Modus
utama penggelapan pajak oleh korporasi multinasional adalah dengan cara
memindahkan keuntungan ke negara yang tarif pajaknya lebih rendah. Atau
memindahkan kerugian ke negara yang tarif pajaknya lebih tinggi. Antisipasi
yang diperlukan harus melibatkan kerja sama antarnegara.
Target penerimaan pajak pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 adalah Rp 1.110,2 triliun.
Penerimaan pajak dalam hal ini di luar penerimaan dari bea dan cukai. Dibandingkan
dengan APBN Perubahan (APBN-P) 2013, target pajak tahun 2014 naik Rp 35 triliun
atau 3,15 persen. Ini jauh lebih rendah dari peningkatan target pajak APBN-P
2013 senilai Rp 110 triliun, 12,4 persen lebih besar dari target APBN-P 2012.
3.2 Saran
Dalam kasus penggelapan pajak oleh
korporasi multinasional, penulis menyarankan agar pemerintah, lembaga-lembaga
serta masyarakat sama-sama bekerja keras dan melakukan berbagai upaya serta
inisiatif untuk mengamankan penerimaan pajak sehingga minim kasus penyelewengan
pajak yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Diperlukan
juga adanya kejujuran dari seorang auditor. Seorang auditor yang pandai tetapi
tidak memiliki kejujuran dan integritas, dia bagaikan satria tanpa mahkota.
Kehadirannya bagai seorang preman yang siap membabat habis siapapun yang
menyinggung hatinya. Auditor ini hanya akan membuat orang takut pada diri
pribadinya, tetapi tidak ada rasa hormat karena tidak memberikan perbaikan
apapun pada obyek yang diperiksa. Kepentingan dirinya selalu ditempatkan di
atas kepentingan negara. Dari dirinya, audit menjadi sebuah pembusukan pada
proses manajemen yang sehat.
Sumber
:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/11/22/0910425/Penggelapan.Pajak.oleh.Korporasi.Multinasional.Makin.Canggih