Sabtu, 24 Maret 2012

Tulisan Mengenai Hukum Perdata

             Pada Kesempatan kali ini saya akan mengulas tentang hukum perdata yang berhubungan dengan ekonomi. Definisi dari hukum perdata atau yang dikenal dengan istilah lain hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan antara individu atau badan yang satu dengan individu atau badan yang lainnya serta berisi hak dan kewajiban dari individu atau suatu badan.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disahkan di Indonesia sebagai pedoman Hukum Privat yang sah. Dalam buku ke-3 kitab undang-undang Hukum Perdata berisi tentang Perikatan, yaitu yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi.
Asas-asas yang Digunakan dalam Hukum Acara Perdata
1. Hakim Bersifat Menunggu
Asas ini berarti bahwa inisiatif berperkara di pengadilan ada pada pihak-pihak yang berkepentingan dan bukan dilakukan oleh hakim. Hakim hanya besikap menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya. Akan adanya proses atau tidak, ada tuntutan hak atau tidak diserahkan sepenuhnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Kalau sudah ada tuntutan yang menyelenggarakan proses adalah Negara.
Hal ini karena hukum acara perdata hanya mengatur cara-cara bagaimana para pihak mempertahankan kepentingan pribadinya. Seorang hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan kepadanya, dengan alasan bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas (Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009). Dalam hal ini hakim dianggap tahu akan hukumnya (ius curia novit). Apabila hukum tertulis tidak ditemukan, maka hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009).
2. Hakim Bersikap Pasif
Maksud hakim bersikap pasif adalah hakim tidak menentukan ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepadanya, tetapi yang menentukan adalah para pihak sendiri. Hakim tidak boleh menambah atau menguranginya. Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal 2 ayat (4) UU No. 48 tahun 2009).
Hakim harus mengadili seluruh bagian gugatan, tetapi hakim dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada yang dituntut (Pasal 178 ayat 2,3 HIR/189 ayat 2, dan 3 RBg). Dalam hal ini, bukan berarti hakim tidak berbuat apa-apa. Selaku pimpinan sidang hakim harus aktif memimpin jalannya persidangan sehingga berjalan lancar. Hakimlah yang menentukan pemanggilan, menetapkan hari persidangan serta memerintahkan supaya alat bukti yang diperlukan disampaikan dalam persidangan. Hakim juga berwenang memberikan nasihat, mengupayakan perdamaian, menunjukkan upaya-upaya hukum dan memberikan keterangan kepada pihak-pihak yang berperkara (Pasal 132 HIR/156 RBg).
3. Sidang Pengadilan Terbuka untuk Umum
Sidang pemeriksaan Pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang menentukan lain (Pasal 13 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009), sidang pengadilan dapat dihadiri, didengar dan dilihat oleh siapapun kecuali oleh orang-orang yang memang dilarang oleh undang-undang, tidak dipenuhinya asas ini berakibat putusan hakim menjadi batal demi hukum (Pasal 13 ayat (3) UU No. 48 tahun 2009).
Dengan demikian berarti bahwa setiap orang boleh hadir, mendengar dan menyaksikan jalannya pemeriksaan perkara di pengadilan. Tujuan asas ini adalah untuk menjamin pelaksanaan peradilan yang adil, tidak memihak dan obyektif serta untuk malindungi hak asasi manusia dalam bidang peradilan, sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Asas ini membuka ‘social control’ dari masyarakat, yakni dengan meletakkan peradilan dibawah pengawasan umum.
Tidak semua persidangan dilakukan secara terbuka, ada persidangan yang dilakukan secara tertutup seperti dalam kasus perceraian, perzinahan, perkara yang berkaitan dengan ketertiban umum dan rahasia negara serta pemeriksaan anak dibawah umur.
4. Mendengar Kedua Belah Pihak (audi et alteram parterm)
Menurut hukum acara perdata, para pihak yang berperkara harus diperlakukan sama, adil dan tidak memihak untuk membela dan melindungi kepentingan yang bersangkutan (Pasal 4 ayat 1 UU No. 48 tahun 2009). Hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai sesuatu yang benar, tanpa mendengar atau memberi kesempatan pihak lain untuk menyampaikan pendapatnya. Demikian pula pengajuan alat bukti harus dilakukan dimuka sidang yang dihadiri kedua belah pihak (Pasal 121, 132 HIR/ 145, 157 RBg).
5. Putusan Hakim Harus Disertai Alasan
Pasal 50 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 menegaskan bahwa semua putusan pengadilan harus disertai alasan-alasan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Asas ini dimaksudkan untuk menjaga supaya jangan sampai terjadi perbuatan sewenang-wenang dari hakim. Putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup dipertimbangkan (onvoeldoende gemotiverd) merupakan alasan untuk mengajukan kasasi dan putusan tersebut harus dibatalkan. Karena ada alasan-alasan inilah suatu putusan mempunyai wibawa, nilai ilmiah dan obyektif.
6. Beracara Dikenakan Biaya
Pada prinsipnya beracara perdata dimuka pengadilan dikenakan biaya (Pasal 4 ayat (2) UU No. 48 tahun 2009). Biaya hanya bisa didaftarkan setelah dibayar panjar biaya perkara oleh yang berkepentingan.
Biaya perkara meliputi: biaya kepaniteraan, pemanggilan dan pemberitahuan kepada para pihak, biaya materai serta biaya untuk pengacara apabila menggunakannya dan ahli bahasa. Bagi orang yang tidak mampu, dapat mengajukan perkaranya secara cuma-cuma (prodeo), dengan menyertakan surat keterangan tidak mampu yang dibuat Kepala Polisi atau Camat setempat, sehingga biaya perkara akan ditanggung oleh negara (Pasal 57 ayat 1 UU No. 48 tahun 2009).
7. Tidak Ada Keharusan untuk Mewakilkan
Baik dalam HIR maupun dalam RBg tidak ada keharusan kepada para pihak untuk mewakilkan pengurusan perkara mereka kepada kuasa yang ahli hukum, sehingga pemeriksaan dipersidangan dilakukan secara langsung terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Meskipun demikian, para pihak yang berperkara apabila menghendaki boleh mewakilkan atau menguasakan kepada orang lain untuk beracara dimuka pengadilan sebagai kuasa hukumnya (Pasal 123 HIR/147 RBg).
Adapun mengenai terjadinya perwakilan, antara lain:
a. Ketentuan undang-undang, misalnya untuk anak dibawah umur oleh orangtua atau wali, sakit ingatan oleh pengampunya.
b. Perjanjian kuasa khusus, untuk perwakilan yang dilakukan oleh pengacara atau penasehat hukum.
c. Tanpa surat kuasa khusus, untuk acara gugatan perwakilan kelompok oleh satu atau beberapa orang dari kelompoknya (Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok).
Perlu diketahui bahwa wewenang untuk mengajukan gugatan secara lisan tidak berlaku bagi kuasa.
8. Peradilan Dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 2 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009)
Maksudnya adalah hakim harus selalu insyaf karena sumpah jabatannya, ia tidak hanya bertanggung jawab kepada hukum, diri sendiri dan kepada masyarakat, tetapi bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap putusan pengadilan harus mencantumkan klausa “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” agar putusan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk melaksanakan putusan secara paksa, apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela.
9. Peradilan Dilakukan dengan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan (Pasal 2 ayat (4) UU No.48 tahun 2009)
Sederhana maksudnya acaranya jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Makin sedikit dan sederhana formalitas dalam beracara maka semakin baik. Sebaliknya terlalu banyak formalitas atau peraturan akan sulit dipahami dan akan menimbulkan beraneka ragam penafsiran sehingga kurang menjamin adanya kepastian hukum.
Cepat menunjuk jalannya peradilan yang cepat dan proses penyelesaiannya tidak berlarut-larut yang terkadang harus dilanjutkan oleh ahli warisnya.

Sumber:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
http://galuhseptia.wordpress.com/2011/09/22/pengertian-hukum-acara-perdata-menurut-para-ahli/

Jumat, 23 Maret 2012

HUKUM PERJANJIAN

            Hukum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau dua pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakukan sesuatu hal. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Standar Kontrak
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
  • Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
  • Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.

Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak harus berisi:
  • Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
  • Subjek dan jangka waktu kontrak 
  •  Lingkup kontrak
  •  Dasar-dasar pelaksanaan kontrak 
  •  Kewajiban dan tanggung jawab 
  •  Pembatalan kontrak

Macam – Macam Perjanjian
Ada 4 macam perjanjian, yaitu:
1). Perjanjian dengan cuma-cuma dan perjanjian dengan beban
2). Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
3). Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
4). Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran

Syarat Sah Suatu Perjanjian
Berikut ini syarat sah suautu perjanjian yang harus dicatat, yaitu:
v    Terdapat kesepakatan antara 2 belah pihak. Materi kesepakatan ini dibuat dengan kesadaran tanpa adanya tekanan atau paksaan dari pihak mana pun.
v    Kedua belah pihak mampu membuat sebuah perjanjian. Artinya, Kedua belah pihak dalam keadaan stabil  dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bias membatalkan perjanjian tersebut.
v    Terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian. Perjanjian tersebut merupakan objek yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.
v    Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar. Perjanjian yang disepakati merupakan niat baik dari kedua belah pihak dan bukan ditujukan kejahatan

Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.

Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan berdasarkan berbagai alasan, antara lain: prestasi, kesepakatan para pihak atau wanprestasi.
Berdasarkan pasal 1320 Kitap Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat 4 syarat suatu
perjanjian dinyatakan sah secara hukum, yaitu:
1. Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri bahwa semua pihak menyetujui materi yang  diperjanjikan, tidak ada paksaan atau dibawah tekanan.
2. Para pihak mampu membuat suatu perjanjian kata  mampu  dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena prerilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.
3. Ada hal yang diperjanjikan perjanjian yang dilakukan menyangkut obyek/hal yang jelas.
4. Dilakukan atas sebab yang halal adalah bahwa perjanjian dilakukan dengan itikad baik bukan ditujukan untuk suatu kejahatan
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian  itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

Sumber:

HUKUM PERDATA


 Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya

Sejarah Hukum Perdata

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
  • BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
  • WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]

Keadaan Hukum di Indonesia
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
  1. Buku I tentang Orang
Mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
  1. Buku II tentang Kebendaan
Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi : 
1.      benda berwujud (tangible assets)
a.      bergerak, misalnya kendaraan bermotor, perhiasan.
b.      tidak bergerak misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu.
2.      benda tidak berwujud (intangible assets)
misalnya hak tagih atau piutang, termasuk Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
  1. Buku III tentang Perikatan
Mengatur tentang hukum perikatan (perjanjian), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
  1. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian
Mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

Sumber:

Sabtu, 17 Maret 2012

Hubungan Antara Hukum dan Ekonomi


            Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba untuk membahas keterkaitan antara ilmu hukum dengan ilmu ekonomi. Pada awalnya ilmu hukum merupakan ilmu pengetahuan yang pertama kali muncul pada abad ke-6 saat pertama kali manusia mulai berkumpul di suatu wilayah dan mulai bersosialisasi satu sama lain, sehingga pada saat itu manusia mulai menciptakan suatu aturan atau kaidah yang bertujuan mengatur jalannya kehidupan masyarakat. Dalam hal ini saya mencoba menjelaskan hubungan antara ilmu hukum dengan ilmu ekonomi berdasarkan penjelasan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).

            Definisi dari hukum perdata atau yang dikenal dengan istilah lain hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan antara individu atau badan yang satu dengan individu atau badan yang lainnya serta berisi hak dan kewajiban dari individu atau suatu badan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan sekumpulan peraturan yang disusun oleh bangsa Belanda dan diberlakukan di Indonesia pada saat Belanda menjajah Indonesia, sehingga hingga saat ini Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disahkan di Indonesia sebagai pedoman Hukum Privat yang sah. Dalam buku ke-3 kitab undang-undang Hukum Perdata berisi tentang Perikatan, yaitu yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi. Pada kesempatan ini saya mengutip beberapa pasal dari bab ke-v dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Jual-Beli, yaitu:
a)      Pasal 1457. Jual-beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
b)     Pasal 1458. Jual-beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.

Sumber: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

                                                             
                                                      
                                                                   

Minggu, 11 Maret 2012

Subjek dan Objek Hukum



A.  Subjek Hukum
Subjek hukum adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Yang dapat dijadikan sebagai subjek hukum adalah manusia dan badan hukum.
·         Manusia
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, orang yang dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa (berumur 21 tahun atausudah kawin), sedangkan orang-orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, seorang wanita yang bersuami (Pasal1330 KUH Perdata).

·         Badan Hukum
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dann kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.
Badan hukum terbagi atas 2 macam, yaitu :

1. Badan hukum privat
Adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu.

2. Badan hukum publik
Adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau Negara umumnya.
 
Sumber:

B.   Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi hak dari subyek hukum. Atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek suatu perhubungan hukum. Obyek hukum dapat pula disebut sebagai benda. Merujuk pada KUHPerdata, benda adalah tiap-tiap barang atau tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Objek hukum terbagi menjadi ukum benda berwujud dan hukum benda tak berwujud.
·         Benda berwujud
Benda berwujud adalah benda yang dapat dilihat dengan mata dan diraba dengan tangan.Penyerahan kebendaan bergerak yang berwujud cukup dilakukan dengan penyerahan yang (atau secara) nyata dari tangan ke tangan.
Benda berwujud timbul dari:
1.    Hasil karena alam
2.    Hasil pekerjaan manusia yang diperoleh karena penanaman di atasnya

·         Benda tak berwujud
Benda tidak berwujud yang timbul dari hubungan hukum tertentu atau hasil perdata yang terdiri atas:
1.     Piutang-piutang  yang belum dapat ditagih, berupa piutang atas nama (aan naam), piutang atas bawa (aan tonder) atau piutang atas unjuk (aan order)
2.    Penagihan-penagihan lainnya berupa uang sewa, uang upeti, uang angsuran, atau uang bunga.

Objek hukum dibedakan karena :
- Bezit (kedudukan berkuasa)
- Lavering (penyerahan)
- Bezwaring (pembebanan)
- Daluwarsa (Verjaring)

Sumber: 

Senin, 05 Maret 2012

PENGERTIAN HUKUM dan HUKUM EKONOMI

A.  PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, atau dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Selain definisi hukum tersebut ada beberapa ahli yang mengungkapkan tentang definisi hukum antara lain:

Pengertian hukum menurut Aristoteles
Sesuatu yang berbeda dari sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.

Pengertian hukum menurut Hugo de Grotius
Peraturan tentang tindakan moral yang menjamin keadilan pada peraturan hukum tentang kemerdekaan (law is rule of moral action obligation to that which is right).

Pengertian hukum menurut Leon Duguit
Semua aturan tingkah laku para angota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh anggota masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika yang dlanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.

Pengertian hukum menurut Immanuel Kant
Keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.

Pengertian hukum menurut Roscoe Pound
Sebagai tata hukum mempunyai pokok bahasan hubungan antara manusia dengan individu lainnya, dan hukum merupakan tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya. Adapun hukum sebagai kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif Law as a tool of social engineering.

Pengertian hukum menurut John Austin
Seperangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen dimana pihak yang berkuasa memiliki otoritas yang tertinggi.

Pengertian hukum menurut Van Vanenhoven

Suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan berbenturan tanpa henti dari gejala-gejala lain.

Pengertian hukum menurut Prof. Soedkno Mertokusumo
Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.

Pengertian hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja
Keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat, juga meliputi lembaga (institusi) dan proses yang mewujudkan kaidah tersebut dalam masyarakat.

Pengertian hukum menurut Karl Von Savigny
Aturan yang terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan, dan kebiasaan warga masyarakat

Pengertian hukum menurut Holmes
Apa yang dikerjakan dan diputuskan oleh pengadilan.

Sumber:

B.   TUJUAN HUKUM dan SUMBER-SUMBER HUKUM
Penjabaran mengenai tujuan hukum masing masing orang berpendapat berbeda-beda, diantaranya menurut pendapat ahli berikut :
1.     Prof Subekti, SH :
Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.

2.     Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn :
Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.

3. Geny :
   
Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia
    kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.

Secara singkat Tujuan Hukum antara lain:

* keadilan
* kepastian
* kemanfaatan

Jadi hukum bertujuan untuk mencapai kehidupan yang selaras dan seimbang, mencegah terjadinya perpecahan dan mendapat keselamatan dalam keadilan.

Sumber hukum adalah segala hal yang memicu terbentuknya sebuah peraturan.
Sumber hukum tersebut berasal dari:
1.       hukum materiil -> sumber-sumber hukum yang ditinjau dari berbagai perspektif.
2.       hukum formiil -> UU, kebiasaan, jurisprudentie, traktat dan doktrin
Itulah sumber-sumber hukum yang dapat menimbulkan terbentuknya sebuah peraturan, peraturan memiliki sifat memaksa, harus dilaksanakan, jika tidak laksanakan maka akan mendapatkan sebuah sanksi dari hukum tersebut.
Sumber:

C.   KODIFIKASI HUKUM
Adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas:
a). Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-peraturan.
b). Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).

Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
1.Kodifikasi Terbuka
Kodifikasi terbuka adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kodifikasi. Hal ini dilakukan berdasarkan atas kehendak perkembangan hukkum itu sendiri system ini mempunyai kebaikan ialah :
“ Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan hukum disini diartikan sebagai peraturan.”
2.Kodifikasi Tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukkan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.

Unsur-unsur dari suatu kodifikasi :
a.Jenis-jenis hukum tertentu
b.Sistematis
c.Lengkap
Tujuan kodifikasi hukum tertulis untuk memperoleh :
a.Kepastian hukkum
b.Penyederhanaan hukum
c.Kesatuan hukum


D.  KAIDAH atau NORMA
Norma adalah seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui lingkungan sosialnya. Sanksi yang diterapkan oleh norma ini membedakan norma dengan produk sosial lainnya seperti budaya dan adat.
Norma yang diterapkan di lingkungan masyarakat sebagai aturan yang mempengaruhi tingkah laku manusia, yaitu :
1.                 Norma agama
2.                 Norma kesusilaan
3.                 Norma kesopanan
4.                 Norma hukum


Kaidah adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat, sehingga berlakunya kaidah tersebut dapat dipertahankan.

Sumber:



E.   HUKUM EKONOMI
adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Selain itu, rochmat soemitro memberikan definisi hukum ekonomi. Menurutnya , hukum ekonomi ialah sebagian dari keseluruhan norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai satu personifikasi dari masyarakat yang saling berhadapan.

Hukum ekonomi lahir disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian. Diseluruh dunia hukum berfungsi untuk mengatur dan membatasi kegiatan-kegiatan ekonomi, dengan harapan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat.

Hukum ekonomi Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 ( dua ), yaitu hukum ekonomi pembangunan da hukum ekonomi sosial.
1. Hukum Ekonomi Pembangunan
Hukum ekonomi pembangunan adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
2. Hukum Ekonomi Sosial
Hukum ekonomi sosial adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata dalam martabat kemanusiaan ( hak asasi manusia ) manusia Indonesia.
Sumber: